05 August, 2012

Kultur Jaringan


Kultur Jaringan sebagai Alternatif Perbanyakan
Tanman Masa Depan



sumber gambar: http://id.wikipedia.org/wiki/Kultur_jaringan 
Pertanian di Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan yang cukup besar, terutama kaitannya dengan ketersediaan lahan di Indonesia. Seiring dengan perkembangan jaman dan pertambahan penduduk, lahan di Indonesia menjadi semakin sempit. Modernisasi yang berkembang pesat mendorong masyarakat di Indonesia untuk mendirikan bangunan-bangunan yang bisa digunakan untuk berbisnis. Banyak perusahaan-perusahaan baru yang semakin berkembang, tempat-tempat perbelanjaan, dan tempat-tempat wisata atau arena bermain. Munculnya bangunan-bangunan seperti itu secara otomatis menggunakan lahan yang ada di Indonesia, lahan-lahan yang digunakan tersebut sebagian besar merupakan lahan produkktif yang sangat berpotensi untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan pengembangan usaha pertanian di Indonesia. Selain karena sedikitnya lahan yang tersedia, produk pertanian yang meliputi produk pangan, tanaman hias, bahkan tanmaan kehutaan, juga sudah mulai mengalami krisis, baik jumlah produksinya maupun cara perbanyakannya yang cukup sulit.
Pulau Jawa yang merupakan pusat kegiatan penduduk Indonesia, semakin lama jumlah penduduknya semakin meningkat, selain itu Pulau Jawa merupakan pulau yang memiliki lahan-lahan produktif untuk pertanian, selain Pulau Sumatra. Lahan-lahan produktif di Indonesia tidak ditemukan atau sedikit ditemukan di pulau-pulau lain. Namun pulau-pulau yang memiliki lahan produktif tersebut digunakan sebagai pusat kegiatan penduduk Indonesia, dengan jumlah penduduk yang besar, kegiatan-kegiatan industri yang sangat besar di sana, gedung-gedung mewah, pusat perbelanjaan melimpah, terlebih lagi bangunan rumah penduduk yang jumlahnya sangat besar. Berbagai hal tersebut menyebabkan wilayah yang seharusnya menjadi pusat pertanian, menjadi pusat ibukota, dan tentunya menjadi pusat kehidupan penduduk, dengan demikian Indonesia mengalami krisis lahan produktif untuk pengembangan pertanian. Selain itu, kebutuhan penduduk Indonesia terhadap produk-produk pertanian juga semakin besar, tidak hanya dalam segi kuantitasnya tapi juga dalam segi kualitasnya. Penduduk Indonesia saat ini semakin sadar terhadap nilai kesehatan terhadap produk-produk yang akan dikonsumsinya. Oleh karena itu hal ini menambah tanggungan dinas pertanian Indonesia  utuk menghadapi berbagai masalah, terutama ketersediaan lahan, dan tuntutan penduduk Indonesia. Salah satu alternatif yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menerapkan teknik perbanyakan tanaman secara kultur jaringan atau kultur in vitro.
sumber gambar: http://blog.ub.ac.id/dians
/2012/02/23/kultur-jaringan/
 
Kultur jaringan merupakan suatu teknik perbanyakan secara vegetatif (tanpa melalui penyerbukan atau persilangan sel gamet jantan dan betina), dengan menggunakan bagian-bagian tanaman, baik sel, jaringan, maupun organ tanaman seperti daun, tunas, batang, dan sebagainya secara asptis. Kultur jaringan merupakan metode mengisolasi bagian dr tanaman (protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan atau organ) menumbuhkannya (aseptik) memperbanyak diri dan beregenerasi tanaman lengkap. Melakukan perbanyakan tanaman dengan cara kultur jaringan memiliki banyak keuntungan, antara lain bisa mendapatkan anakan tanaman yang dikultur secara cepat dan jumlahnya melimpah, sifat anakannya serupa dengan induk, sehingga iduk yang memiliki kualitas tinggi jika di kulturkan akan menghasilkan anakan yang memiliki sifat unggul juga, lebih tahan terhadap serangan penyakit karena selam inkubasi bagian tanaman yang dikulturkan dibiakkan secara aseptik dan anti serangan penyakit, sehingga tumbuh kekebalan tubuh pada tanaman tersebut terhadap serangan penyakit atau organism-organisme yang sifatnya mengganggu, dan tentu saja perbanyakan dengan kultur jaringan tidak membutuhkan areal lahan yang luas, sehingga sangat baik dan tepat untuk mengatasi permasalahan penyempitan lahan. Selain itu kultur jaringan bisa digunakan untuk memperbanyak tanaman yang susah dibiakkan secara konvensional (tradisional), dan bisa juga untuk mendapatkan benih, bibit, atau tanaman yang unggul dan merupakan galur murni. Jika hanya dibiakka dengan cara konvensional, untuk mendapatkan galur murni memerlukan berkali-kali persilangan dan tentu saja membutuhkan waktu yang sangat lama. Indukan yang berkualitas jika dibudidayakan, akan menghasilkan tanaman yang berkualitas unggul pula dan produksinya juga sangat bermutu, sehingga banyak para petani untuk mengusahakan budidaya tanaman yang berasal dari galur murni, mengingat semakin berkembangnya jaman, kesadaran masyarakat untuk megkonsumsi produk-produk yang berkualitas baik dan baik untuk kesehatan konsumennya. Oleh karena itu,  perbanyakan tanaman dengan cara kultur jaringan dapat dikatakan merupakan solusi yang sangat tepat untuk mendapatkan produk-produk pertanian seperti yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan penduduk.
    Hampir semua tanaman bisa diperbanyak dengan cara kultur jaringan, misalnya tanaman pangan, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman kehutanan. Tanaman pangan misalnya tanaman padi, peningkatan produktivitas padi gogo melalui perluasan lahan sawah beririgasi dewasa ini semakin mahal dan sulit, bahkan luas areal lahan sawah khususnya di Pulau Jawa cenderung menyusut sebagai akibat dari pembangunan di luar sektor pertanian (Sasmita, 2002). Buah-buahan, buah yang paling banyak diperbanyak melalui kultur jaringan adalah tanaman pisang, salah satunya adalah jenis pisang abaca, Saat ini teknik perbanyakan tanaman melalui kultur in vitro telah banyak diterapkan pada tanaman pangan industri salah satunya pada tanaman pisang (Musa paradisiaca L.) karena pisang abaca secara morfologi tidak jauh berbeda dengan pisang lainnya, maka teknik kultur in vitro dimungkinkan dapat menghasilkan bibit-bibit pisang abaca yang seragam dan berproduksi tinggi. Para petani penanam pisang abaca sangat menyukai bibit pisang hasil kultur jaringan karena bila dibandingkan dengan bibit asal biji atau anakan biasa, bibit pisang hasil kultur jaringan pertumbuhannya lebih pesat, seragam, dapat disediakan dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat, dan bebas patogen berbahaya (Avivi, 2004). Untuk tanaman hias, yang sering dikulturkan adalah tanaman anggrek, karena anggrek cenderung sulit dibiakkan melalui bijinya (secara generatif) karena karakteristik biji anggrek yang sulit untuk dibiakkan di lahan terbuka, sedangkan perbanyakan secara vegetatif (secara konvensional) kurang sesuai, jadi solusinya dengan melakukan perbanyakan menggunakan kultur jaringan. Menurut Widiastoety (2001), permintaaan anggrek cenderung meningkat setiap tahunnya, namun perkembangan produksi anggrek di Indonesia masih terlalu lambat, salah satu masalah yang dihadapi dalam pengembangan anggrek adalah ketersediaan bibit bermutu yang belum terpenuhi, untuk mengatasi masalah itu perlu dilakukan perbaikan genetik dan perbanyakan tanaman secara tepat dan eifisien dengan kultur in vitro. Sedangkan pada tanaman kehutanan yang sangat dibutuhkan untuk keseimbangan alam baik masa kini maupun masa mendatang, saat ini juga mulai sulit dibiakkan, selain ketersediaan lahan juga kualitas tanaman hasil dari perbanyakan yang kurang sesuai dan membutuhkan waktu yang cukup lama, denga menggunakan kultur jaringan untuk perbanyakan  tanaman kehutanan, misalnya jati, menjadi lebih cepat dan hasilnya baik.
            Kultur jaringan, dapat memberikan berbagai macam keuntungan yang sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dalam bidang pertanian, terutama seiring dengan perkembangan jaman, modernisasi, permasalahan lahan, dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk-produk pertanian yang bermutu tinggi dan memiliki nilai kesehatan yang baik.

Sumber Referensi:
Avivi, Sholeh dan Ikrarwati. 2004. Mikropogasi Pisang Abaca (Musa textillis Nee) Melalui Teknik Kultur Jaringan. Ilmu Pertanian, vol. 11, No. 2, 2004: 27-34
Hendaryono, D.P.S dan Ari,Wijayanti. 1994. Teknik  Kultur Jaringan, Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Secara Vegetatif Modern. Yogyakarta: Kanisius
Sasmita. 2002. Kultur Antera Padi Gogo (Oryza zativa L. SUBSP. Indica). Jurnal Agrikultura, Vol. 13, No. 3, Desember 2002
Suhartati. 2008. Pembiakan Kultur Jarungan pada Jenis Tanaman Kehutanan. Mitra Hutan Tanaman, Vol. 2, No.3:141-148, September 2008
Widiastoety, Dyah. 2001. Perbaikan Genetik dan Perbanyakan Bibit Secara In Vitro dalam Mendukung Pengembangan Anggrek di Indonesia. Jurnal Litbang, Vol. 29. No. 4, 2001

No comments:

Post a Comment

ayo2, di share kan opini anda ^^