Kultur
Jaringan sebagai Alternatif Perbanyakan
Tanman
Masa Depan
sumber gambar: http://id.wikipedia.org/wiki/Kultur_jaringan |
Pulau Jawa yang
merupakan pusat kegiatan penduduk Indonesia, semakin lama jumlah penduduknya
semakin meningkat, selain itu Pulau Jawa merupakan pulau yang memiliki
lahan-lahan produktif untuk pertanian, selain Pulau Sumatra. Lahan-lahan
produktif di Indonesia tidak ditemukan atau sedikit ditemukan di pulau-pulau
lain. Namun pulau-pulau yang memiliki lahan produktif tersebut digunakan
sebagai pusat kegiatan penduduk Indonesia, dengan jumlah penduduk yang besar,
kegiatan-kegiatan industri yang sangat besar di sana, gedung-gedung mewah,
pusat perbelanjaan melimpah, terlebih lagi bangunan rumah penduduk yang
jumlahnya sangat besar. Berbagai hal tersebut menyebabkan wilayah yang
seharusnya menjadi pusat pertanian, menjadi pusat ibukota, dan tentunya menjadi
pusat kehidupan penduduk, dengan demikian Indonesia mengalami krisis lahan
produktif untuk pengembangan pertanian. Selain itu, kebutuhan penduduk
Indonesia terhadap produk-produk pertanian juga semakin besar, tidak hanya
dalam segi kuantitasnya tapi juga dalam segi kualitasnya. Penduduk Indonesia
saat ini semakin sadar terhadap nilai kesehatan terhadap produk-produk yang
akan dikonsumsinya. Oleh karena itu hal ini menambah tanggungan dinas pertanian
Indonesia utuk menghadapi berbagai
masalah, terutama ketersediaan lahan, dan tuntutan penduduk Indonesia. Salah satu alternatif yang tepat untuk mengatasi hal
tersebut adalah dengan menerapkan teknik perbanyakan tanaman secara kultur
jaringan atau kultur in vitro.
sumber gambar: http://blog.ub.ac.id/dians /2012/02/23/kultur-jaringan/ |
Hampir semua tanaman bisa
diperbanyak dengan cara kultur jaringan, misalnya tanaman pangan, buah-buahan,
tanaman hias, dan tanaman kehutanan. Tanaman pangan misalnya tanaman padi,
peningkatan produktivitas padi gogo melalui perluasan lahan sawah beririgasi
dewasa ini semakin mahal dan sulit, bahkan luas areal lahan sawah khususnya di
Pulau Jawa cenderung menyusut sebagai akibat dari pembangunan di luar sektor
pertanian (Sasmita, 2002). Buah-buahan, buah yang paling banyak diperbanyak
melalui kultur jaringan adalah tanaman pisang, salah satunya adalah jenis
pisang abaca, Saat ini teknik perbanyakan tanaman melalui kultur in vitro telah banyak diterapkan pada
tanaman pangan industri salah satunya pada tanaman pisang (Musa paradisiaca L.) karena pisang abaca secara morfologi tidak
jauh berbeda dengan pisang lainnya, maka teknik kultur in vitro dimungkinkan dapat menghasilkan bibit-bibit pisang abaca
yang seragam dan berproduksi tinggi. Para petani penanam pisang abaca sangat
menyukai bibit pisang hasil kultur jaringan karena bila dibandingkan dengan
bibit asal biji atau anakan biasa, bibit pisang hasil kultur jaringan
pertumbuhannya lebih pesat, seragam, dapat disediakan dalam jumlah banyak
dengan waktu yang singkat, dan bebas patogen berbahaya (Avivi, 2004). Untuk tanaman
hias, yang sering dikulturkan adalah tanaman anggrek, karena anggrek cenderung
sulit dibiakkan melalui bijinya (secara generatif) karena karakteristik biji
anggrek yang sulit untuk dibiakkan di lahan terbuka, sedangkan perbanyakan
secara vegetatif (secara konvensional) kurang sesuai, jadi solusinya dengan melakukan
perbanyakan menggunakan kultur jaringan. Menurut Widiastoety (2001),
permintaaan anggrek cenderung meningkat setiap tahunnya, namun perkembangan produksi
anggrek di Indonesia masih terlalu lambat, salah satu masalah yang dihadapi
dalam pengembangan anggrek adalah ketersediaan bibit bermutu yang belum
terpenuhi, untuk mengatasi masalah itu perlu dilakukan perbaikan genetik dan
perbanyakan tanaman secara tepat dan eifisien dengan kultur in vitro. Sedangkan pada tanaman
kehutanan yang sangat dibutuhkan untuk keseimbangan alam baik masa kini maupun
masa mendatang, saat ini juga mulai sulit dibiakkan, selain ketersediaan lahan
juga kualitas tanaman hasil dari perbanyakan yang kurang sesuai dan membutuhkan
waktu yang cukup lama, denga menggunakan kultur jaringan untuk
perbanyakan tanaman kehutanan, misalnya jati, menjadi lebih
cepat dan hasilnya baik.
Kultur jaringan, dapat memberikan
berbagai macam keuntungan yang sangat diperlukan untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan dalam bidang pertanian, terutama seiring dengan
perkembangan jaman, modernisasi, permasalahan lahan, dan kesadaran masyarakat
untuk mengkonsumsi produk-produk pertanian yang bermutu tinggi dan memiliki
nilai kesehatan yang baik.
Sumber Referensi:
Avivi,
Sholeh dan Ikrarwati. 2004. Mikropogasi Pisang Abaca (Musa textillis Nee) Melalui Teknik Kultur Jaringan. Ilmu Pertanian, vol. 11, No. 2, 2004: 27-34
Hendaryono,
D.P.S dan Ari,Wijayanti. 1994. Teknik Kultur Jaringan, Pengenalan dan Petunjuk
Perbanyakan Secara Vegetatif Modern. Yogyakarta: Kanisius
Sasmita.
2002. Kultur Antera Padi Gogo (Oryza
zativa L. SUBSP. Indica). Jurnal Agrikultura, Vol. 13, No. 3, Desember
2002
Suhartati.
2008. Pembiakan Kultur Jarungan pada Jenis Tanaman Kehutanan. Mitra Hutan Tanaman, Vol. 2, No.3:141-148,
September 2008
Widiastoety,
Dyah. 2001. Perbaikan Genetik dan Perbanyakan Bibit Secara In Vitro dalam Mendukung Pengembangan Anggrek di Indonesia. Jurnal Litbang, Vol. 29. No. 4, 2001
No comments:
Post a Comment
ayo2, di share kan opini anda ^^